PemiluUpdate

PKS Selalu menang

Pada pemilu 2009 PKS akan memenangkan pemilu di Jakarta dengat target suara 51 persen. Dan pada tahun 2012, PKS bertekad mendudukan kadernya di kursi gubernur.

» Jangan tertipu iklan politik

Monday, March 30, 2009

Antara PKS, Demokrat dan KPK

Rama Pratama dan partainya, PKS, wajar marah besar. Tudingan Abdul Djamal Hadi bahwa dirinya menerima uang suap dari perusahaan pemenang tender pembangunan bandara di wilayah Indonesia Timur jelas bukan sekadar usikan. Tarafnya sudah merusak.
Bagi Rama, tudingan korupsi itu jelas mengancam karir politiknya. Padahal, ia kadung disebut-sebut sebagai calon elit politik bagi generasi sezamannya. Sekadar tudingan saja sudah akan membuat orang mempertanyakannya. Jika benar, tentu saja karirnya bisa langsung tamat.
Bagi PKS, tudingan korupsi terhadap salah satu kader andalan mereka sangat pantas dianggap sebagai upaya politisasi. Maklum, momemnya memang pada saat kampanye terbuka digelar. Ketika perhatian terhadap partai politik lebih tercurah ketimbang delapan bulan masa kampanye sebelumnya.
Namun tanggapan Rama terhadap tudingan tersebut secara komunikasi politik sangat pas. Ia mengancam mempolisikan Djamal jika dalam 1-2 hari tak segera mencabut pernyataannya.
Ketegasan Rama ini jelas berbanding terbalik dengan apa yang diperagakan Jhonny Allen Marbun, politisi Partai Demokrat yang disebut turut mencicipi uang suap tersebut.Meski begitu, Rama dalam bahaya besar bila ia tak benar-benar mempolisikan Djamal, jika mantan politisi PAN ini tak juga meralat atau mencabut keterangannya.
Tapi di sisi lain, Djamal tentu saja tak sekadar bercuap-cuap. Sedari awal, Djamal menunjukkan perilaku yang positif sejak ditangkap. Berbeda dengan beberapa koleganya, Djamal langsung mengaku. Menyesal. Dan juga kooperatif.
Jadi, jika kemudian Djamal mengungkap nama-nama yang turut terlibat pasti ada dasarnya. Secara motif, Djamal sekurang-kurangnya punya keinginan agar ia tak dihukum berat dan tak mau hanya sendirian menerima aib dan hukuman.
Belajar dari beberapa terdakwa terdahulu, bersikap ngeyel atau plintat-plintut akan menghasilkan kurungan di atas lima tahun. Karena itu, Jamal tak mau dianggap pesakitan yang merepotkan kerja KPK dan Majelis Hakim Tipikor.
Tapi sejatinya, Rama tak perlu terlalu deg-deg-an. Belajar dari kasus-kasus terdahulu yang ditangani KPK, selalu ada nama-nama yang disebut tapi tak pernah disentuh oleh KPK.
Dalam kasus dana aliran BI, umpamanya,hingga kini KPK tak pernah memproses Pazkah Suzzeta, MS Ka'ban, ataupun Anwar Nasution yang disebut-sebut menerima dan turut andil bagi penyaluran dana tersebut ke sejumlah rekening anggota dewan yang terhormat itu.
Masih terkait dana BI, kolega separtai Rama juga pernah disebut dalam sebuah dokumen yang dilansir ICW dan teman-temannya. Menurut dokumen itu, sekurang-kurangnya ada tiga anggota DPR yang menerima 'uang saku' perjalanan ke luar negeri dari BI. Meski dokumennya begitu gamblang, hingga kini kasusnya tak lagi terdengar rimbanya.
Tapi, ya itu tadi, sekali tertuding, seumur hidup terus membekas. Bahkan seorang Akbar Tandjung yang sudah dinyatakan tak bersalahpun oleh MA masih terus dihubungkan dengan kasus korupsi bulogate II itu. Ini jelas bukan sesuatu yang membuat Rama bakal nyaman.
Begitu pula semestinya bagi KPK. Jika tak ditindaklanjuti secara serius, pengakuan Djamal bisa merusak reputasi KPK. Ini disebabkan karena dua hal.
Pertama, KPK akan dianggap terus tebang pilih (karena ada anggota partainya SBY disebut-sebut). Kedua, KPK bisa dianggap menebar solidaritas yang salah. Soalnya, isu yang berkembang, banyak pegawai KPK adalah simpatisan PKS. Tentu saja ini isu yang masih layak dipertanyakan kebenarannya. Tapi, pastinya lebih dari cukup bagi para koruptor untuk 'membunuh' KPK.
Karena itu, diperlukan kesigapan dan keseriusan semua pihak. Kasus kali ini akan menjadi pertaruhan KPK di masa depan. Jika salah melangkah, kita bakal kehilangan salah satu elemen penting di negara ini yang terbukti telah bikin ciut banyak calon koruptor dan membuat banyak koruptor menjadi penghuni hotel prodeo.

0 comments:

Post a Comment