PemiluUpdate

PKS Selalu menang

Pada pemilu 2009 PKS akan memenangkan pemilu di Jakarta dengat target suara 51 persen. Dan pada tahun 2012, PKS bertekad mendudukan kadernya di kursi gubernur.

» Jangan tertipu iklan politik

Thursday, March 26, 2009

PKS Menanti Suara Tuhan?

Menarik sekali iklan PKS terbaru. PKS sangat kreatif membangun imajinasi pemilih. Satu yang paling menarik statementnya adalah 'siapapun presidennya, PKS partainya'.

Ini jelas bahasa kampanye yang sangat anyar dan populer. PKS mempersuasi rakyat dengan kreatif dan sangat agresif. Karena itulah partai ini sangat membekas di hati rakyat.

Kampanye PKS di Jakarta yang bersamaan dengan PD memberikan perspektif pada masyarakatbahwa PKS masih yang terbesar di Jakarta. Bagaimana tidak, PD menyelenggarakan kampanye di Gelora Bung Karno dengan persiapan yang wah dengan goup band papan atas dan menghadirkan SBY tapi massa yang hadir belum signifikan.

Bandingkan dengan PKS yang menyelenggarakan

kampanye di lima titik dengan dihadiri puluhan ribu massa yang sangat antusias, padahal hampir dipastikan massa tidak dibayar.

Tidak ada yang tahu pasti batin rakyat pemilih. Ibarat pameo Suara Rakyat adalah suara Tuhan, kemana rakyat menjatuhkan pilihan tidak dapat dipastikan dengan persuasi, intimidasi bahkan uang. Rakyat sudah sangat cerdas dan paham dengan kata-kata, “Ambil saja uangnya, pilih sesuai nurani”.

Kini kasus pemalsuan dan penggelembungan DPT mencuat, disinyalir ada upaya curang dalam pemilu, tapi seberapa bisa sih tangan manusia mengubah rencana 'rakyat' yang sangat banyak ini?

PKS Impikan Duet SBY-Hidayat?


INILAH.COM, Jakarta - Komunikasi politik antara Partai Demokrat dengan PKS kian sering dilakukan. Setelah menyebut tingginya keinginan kader yang memilih SBY sebagai capres dan pertemuan dua tokoh berpengaruh yakni Hilmi Aminuddin-SBY, kini berlanjut ke pertemuan dua sekjen partai. PKS berharap SBY menggandeng Hidayat Nur Wahid?

Dalam sebuah kampanye, keinginan koalisi dilontarkan Presiden PKS Tifatul Sembiring dan Sekjen DPP PKS Anis Matta. Keduanya sama-sama merujuk survei internal PKS yang menyebut angka kesukaan kader PKS terhadap capres SBY paling tinggi dibanding tokoh lain. Hubungan berlanjut dengan pertemuan Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY di Cikeas, beberapa hari lalu.

Respon pertemuan Hilmi-SBY pun diperkuat dengan forum Sekjen parpol yang dihadiri Anis Matta dan Marzuki Alie, Rabu (25/3) malam. Kedua partai menyepakati ide pembentukan koalisi menyambut pemilu 9 April mendatang. "Iya dalam waktu dekat kita akan deklarasikan kerjasama antara PKS dan Demokrat untuk pemilu legislatif ini," ujar Anis.

Ia mengatakan, pertemuan semalam memang sudah membahas teknis koalisi. Salah satunya adalah melakukan kerjasama dalam mengamankan suara. "Pertemuan ini merupakan titik tolak kelanjutan koalisi PKS-Demokrat. Dalam waktu dekat akan ada pertemuan evaluasi kontrak politik selama ini antara ustad Hilmi dengan Pak SBY. Koalisi ini memang belum final, tapi kecenderungannya memang ke sana (dukung SBY)," tegas Anis.

Tetapi, solidkah ide itu dalam internal Demokrat? Jawabnya belum tentu. Wacana koalisi PKS-PD dinilai lebih ingin membawa citra SBY ke arah 'kanan' (Islam). Padahal, SBY selama ini sudah diimejkan sebagai figur nasionalis religius. "Demokrat dan SBY akan menolak dan tidak mau berkoalisi dengan parpol yang akan membawa bandul pemerintah ke arah kanan," Ketua DPP PD Max Sopacua.

Menurutnya, janggal bila jagonya kemudian akan digeser ke nuansa Islam yang kental. Karena, figur yang mendampingi SBY kelak wajib sealiran yakni nasionalis-religius. Tidak hanya itu, parpolnya juga akan berusaha keras menggaet parpol beraliran nasionalis. Alasannya, hal ini untuk menghindari berubahnya warna pemerintahan SBY ke depan.

"Meski begitu kita tidak menutup koalisi dengan parpol religius. Karena nasionalis tetap akan membutuhkan religius. Siapapun yang akan mendampingi SBY tidak akan bisa menggeser itu ke kanan," urai Max.

Benarkah PKS serius merapat ke SBY untuk menggolkan Hidayat? Banyak analis meragukan PKS memiliki tujuan tersebut. Langkah PKS tersebut lebih diprediksi sebagai langkah mengamankan kepentingan politik sesaat. PKS telah menggeser orientasi politik dari idealis menjadi pragmatis. Intinya, PKS sengaja melakukan inkonsistensi garis politik.

"PKS telah meramal bahwa SBY punya prospek yang kuat untuk terpilih kembali menjadi presiden. Ini suatu keputusan yang jauh lebih maju dari parpol lain yang masih menungggu hasil pileg. PKS ingin mengamankan basis suaranya," tutur pengamat politik dari UI, Abdul Gafur Sangadji.

Analis politik dari LSI, Burhanuddin Muhtadi menduga SBY tidak akan melirik Hidayat sebagai cawapresnya dalam Pilpres ke depan. SBY dinilai lebih akan memilih orang yang berlatar belakang nasionalis ketimbang Islamis. "Yang perlu dikritisi, SBY jangan terlalu gegabah dalam memutuskan untuk segera berkoalisi dengan PKS meski PKS tampaknya sudah bulat mendukung SBY," cetus Burhan.

Ia menjelaskan, bila SBY menerima pinangan PKS yang akan menduetkan SBY-Hidayat, maka akan cukup bahaya bagi pemerintahan SBY. Sebab, kelompok Islamis yang akan ikut koalisi akan bertambah seperti PBB, PPP, PAN yang banyak melakukan permintaan. Sehingga cukup sulit untuk menjaga garis pemerintahan tidak bergerak ke kanan.

"Kalau hanya sekadar power sharing parpol akan dapat berapa menteri di kabinet tak ada masalah. Tapi yang bahaya jika kelompok Islam itu nantinya menuntut terlalu banyak untuk agenda negara yang pro-Islam," tandasnya.

Bila pasangan tersebut terbentuk dan menang, pakar komunikasi politik UI, Dedi Nur Hidayat mengatakan pandangan dunia khususnya negara-negara barat akan merubah persepsinya. Indonesia akan semakin dilihat sebagai negara Islam yang moderat. Sebab, selama ini PKS telah berhasil menjadi partai Islam yang moderat.

"Amerika khusus akan merubah persepsi bahwa Indonesia bukan lagi sebagai negara teroris," papar Dedi.

Perubahan itu, lanjut dia, juga bisa berdampak negatif jika PKS mengendalikan sektor ekonomi. Para investor asing akan berpikir ulang menanamkan modalnya di Indonesia. "Bukan tidak mungkin pola perdagangan akan berubah menjadi lebih mengedepankan syariat Islam," ungkapnya.

Seriuskah PKS menyorongkan Hidayat sebagai capres? Agaknya pertanyaan ini cukup sulit untuk dijawab. Karena SBY juga tentu akan mempertimbangkan adanya stigma 'garis keras' yang ditempelkan kepada PKS. Apalagi, SBY selama ini dikenal sangat berhati-hati dalam menjaga imejnya di mata publik.[L4]

Duet SBY-HNW, Ketakutan Berlebihan

Menanggapi tulisan di inilah.com yang berjudul 'Duet SBY-Hidayat Mustahil Terbentuk', saya sebagai masyarakat sangat aneh dengan pemikiran-pemikiran orang di zaman ini, terlihat sekali adanya ketakutan yang sangat berlebihan ketika orang yang islamis memimpin bangsa ini.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa yang salah dengan islam? Padahal Indonesia negara dengan penduduk beragama islam terbesar. Semakin aneh saya membaca komentar dari peneliti Lembaga Survei Indoneia (LSI) Burhanudin Muhtadi yang mengatakan, “yang bahaya jika kelompok Islam itu nantinya menuntut terlalu banyak untuk agenda negara yang pro-Islam.” Lagi-lagi saya berfikir, apa sih yang salah dengan islam? Apakah ajaran-ajaran islam salah?

Mari kita berfikir lebih jernih lagi, mari menilai sesuatu dengan objektif. Kita harus jujur dengan keadaan. Jangan sampai ketakutan-ketakutan yang tidak beralasan menjadikan kita gagal dalam menilai.

Hidayat: Soal Capres, Sukseskan dulu PKS

Hidayat menegaskan, jika PKS memperoleh suara signifikan dalam Pemilu legislatif mendatang, misalnya mendapat suara 20 persen sebagaimana yang ditargetkan, maka posisi PKS akan menggandeng bukan digandeng.


PK-Sejahtera Online: BOJONEGORO-Konsentrasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saat ini adalah memenangkan Pemilu legislatif 2009, sehingga belum memikirkan soal capres/cawapres. Hidayat Nurwahid mengemukakan hal itu menjawab adanya aspirasi dari masa akar rumput PKS di beberapa daerah, yang disampaikan kepadanya selama keliling menjadi juru kampanye nasional. Hidayat mengingatkan, tanggal 9 April mendatang adalah Pemilu legislatif, bukan Pilpres. "Karenanya jika ingin kader PKS maju sebagai capres, Anda harus memenangkan PKS," katanya kepada peserta kampanye PKS di Stadion Letjen H. Soedirman, Bojonegoro, Jawa Timur. Hidayat menegaskan, jika PKS memperoleh suara signifikan dalam Pemilu legislatif mendatang, misalnya mendapat suara 20 persen sebagaimana yang ditargetkan, maka posisi PKS akan menggandeng bukan digandeng. Terkait dengan aspirasi daerah yang menginginkan maju sebagai capres, Hidayat tegas mengatakan bahwa sebagai kader partai ia akan tunduk terhadap apa pun perintah partai. "Saya tidak dalam posisi mengejar RI 1 atau RI 2, semua tergantung partai," ungkapnya. Untuk diketahui, sejak keliling ke sejumlah daerah dalam kampanye terbuka PKS, Hidayat banyak menerima permintaan dari kader dan simpatisan PKS di daerah agar ia bersedia dicalonkan sebagai presiden dari PKS. Sejumlah daerah yang dikunjungi Hidayat antara lain Yogyakarta, Jawa Tengah, Depok, Bekasi, Jakarta, Banten, Bengkulu, Mataram, juga di Bojonegoro menginginkan Hidayat tampil sebagai capres. Selain permintaan yang disampaikan langsung, kader dan simpatisan juga menunjukkan keinginannya dengan membuat spanduk dan baliho yang mendukung Hidayat untuk maju sebagai capres dari PKS. Atas semua permintaan dan dukungan itu, Hidayat menyampaikan penghargaan dan terima kasih. "Saya kader PKS, saya akan ikut apa yang ditugaskan PKS untuk saya," imbuh dia.

Tifatul: PKS Atur Pertemuan Yudhoyono-Hilmi

Demokrat dan PKS membicarakan solusi bangsa ke depan.

VIVAnews - Pertemuan khusus antara Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hilmi Aminuddin, sudah jauh-jauh hari disiapkan. Pertemuan itu ternyata digagas dan diatur oleh PKS.

"Memang pertemuan semalam itu yang meng-arrange kami," kata Presiden PKS, Tifatul Sembiring, dalam perbincangan dengan VIVAnews melalui telepon, Rabu, 25 Maret 2009.

Menurut Tifatul, agenda utama pembicaran yang dilakukan antara Yudhoyono dan Hilmi adalah seputar berbagai permasalahan bangsa. Demokrat dan PKS membicarakan solusi bangsa ke depan. "Besok, kami akan rapat membahas hasil pertemuan dengan Pak Ustad (Hilmi) dengan Pak Yudhoyono," kata Tifatul.

Pertemuan antara Hilmi dengan Yudhoyon berlangsung Selasa 24 Maret 2009 malam. Tempatnya dipilih secara khusus, yaitu di rumah pribadi Yudhoyono, Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat.

Ketua Dewan Pengurus Pusat Demokrat, Anas Urbaningrum menegaskan, tujuan utama pertemuan kedua petinggi partai itu juga betul-betul masih dirahasiakan.

"Hanya mereka berdua yang tahu," kata Anas Urbaningrum. Namun, Anas memperkirakan salah satu agenda pertemuan mereka adalah membahas seputar rencana kerjasama partai di masa mendatang.
• VIVAnews